Monday 20 June 2016

PERBANDINGAN KETATANEGARAAN BELANDA DENGAN NKRI KONSTITUSI, SUPRASTRUKTUR DAN SISTEM PEMERINTAHAN



Oleh  Evi Purnama Wati, SH., MH

ABSTRAK

          Penelitian tentang "Perbandingan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Malaysia" bertujuan untuk memberi informasi dan pembelajaran pada semua kalangan tentang pemerintahan di negara masing-masing dan dibanding dengan negara lain. Setiap negara sudah mempunyai rencana sistem pemerintahan yang akan dijalani namun kenyataannya tidak semua sistem pemerintahan berjalan dengan sesuai harapan.
Masing-masing negara memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Sistem pemerintahan masing-masing negara berbeda. Disini menjelaskan sistem pemerintahan Indonesia dengan Negara Malaysia. Yang dilihat dari pandangan umum oleh masyarakat adalah negara tetangga tetapi kekayaan dan kesejahteraan yang cukup berbeda. Dan memang sistem negara Indonesia dan Malaysia jauh berbeda, walaupun negra kedua ini saling berdekatan.

Kata Kunci : Perbandingan Hukum Tata Negara, Malaysia dan NKRI
BAB I
PENDAHULUAN

a.    Latar Belakang
          Suatu istilah kita pergunakan untuk menentukan apa yang hendak kita berikan sebagai pengertian, sehingga dengan demikian penggunaannya akan mempengaruhi pula ruang lingkup persoalan yang hendak kita kupas atau kita selidiki. Terdapat 2 (dua) istilah yang digunakan dalam lingkup ilmu yang sedang kita pelajari ini, yaitu perbandingan hukum dan hukum perbandingan. Penggunaan istilah yang berbeda-beda di lingkungan dunia ilmu pengetahuan hukum di Indonesia ini, ternyata juga sebagai dampak dari dipergunakannya 2 (dua) macam istilah di Eropa Kontinental, yaitu:
(1)   Vergelijkendrecht dan Rechtvergelijking (Belanda);
(2)   Vergleichendes dan Rechtsvergleichung (lerman);
(3) Droit Compare dan La Methode Compare (Perancis).
Apakah yang dimaksud dengan Perbandingan Hukum Tatanegara atau Hukum Tatanegara Perbandingan? Untuk mengetahuinya, kita harus memulai dengan pertanyaan: "Apakah perbandingan hukum atau hukum perbandingan itu?". Suitens-Bourgois mengatakan bahwa perbandingan hukum bukanlah cabang dari hukum, ia bukan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri seperti misalnya hukum perdata, hukum dagang, hukum tatanegara, hukum internasional, dan sebagainya. Selanjutnya dikatakan bahwa perbandingan hukum adalah satu metode perbandingan yang diterapkan pada ilmu hukum, pada bermacam-macam mata kuliah hukum.[2] Oleh karenanya, perbandingan hukum bukanlah suatu ilmu pengetahuan, akan tetapi ia hanyalah metode kerja dalam bentuk perbandingan.
Hal ini dapat dibuktikan bahwa jika hukum didefinisikan antara lain sebagai seperangkat aturan, maka perbandingan hukum atau hukum perbandingan tidak mempunyai perangkat aturan-aturan itu. Metode untuk membanding-bandingkan peraturan hukum dari bermacam-macam sistem hukum, tidak membawa akibat terjadinya rumusan peraturan yang berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada yang disebut "peraturan hukum perbandingan." Ciri dasar dari metode perbandingan ini adalah bahwa ia dapat diterapkan terhadap penelitian mengenai bidang hukum tertentu.
Perbandingan hukum, dapat dibedakan antara :
(1)     Perbandingan Hukum Deskriptif (menggambarkan), yaitu suatu analisis terhadap perbedaan-perbedaan yang ada dari dua atau lebih sistem hukum. Peneliti tidak mempunyai maksud untuk mencari jalan keluar (solusi) terhadap persoalan tertentu, baik dalam hal yang abstrak maupun hal yang praktis;
(2)     Perbandingan Hukum Aplikatif (terapan), yaitu analisis yang dilakukan kemudian diikuti dengan penyusunan sintesis untuk memecahkan suatu masalah. Hal ini dilakukan antara lain untuk melakukan pembaruan suatu cabang hukum atau untuk mempersatukan bermacam-macam peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang yang sama.[3]
          Jika perbandingan ini kita terapkan pada hukum tatanegara, maka melalui metode ini dilakukan perbandingan terhadap hukum tatanegara dari dua negara atau lebih dengan maksud memperoleh penjelasan mengenai sesuatu hal tertentu atau untuk mencari jalan keluar tentang sesuatu hal tertentu. Metode perbandingan
membawa kita ke arah usaha memperoleh informasi, kejelasan mengenai sistem pemerintahan negara yang diperbandingkan serta jalan keluar dari persoalan yang hampir sama.
Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu.[4] Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut dengan sistem ketatanegaraan. Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik. Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Untuk itu, di suatu negara terdapat kebijakan-kebijakan umum (public polocies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber yang ada.[5]
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat rumah tangga (RT). Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat,   sebab  Indonesia  menganut  sistem  demokrasi.   Dalam  sistem   demokrasi,  pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraanya bersama-sama dengan rakyat.
Dengan dasar tersebut, penulis  mengganggap ketatanegaraan sangat penting dipahami, sehingga kami akan membandingkan sistem ketatanegaraan Negara Malaysia dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b.    Rumusan Masalah
       Dalam hal ini yang menjadi pokok masalah dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :
a)    Bagaimana Bentuk Ketetanegaraan (Konstitusi, Suprastruktur, dan Sistem Pemerintahan) Malaysia ?
b)    Bagaimana Perbandingan Ketatanegaraan Malaysia dengan Ketatanegaraan NKRI ?

II.   Kerangka Teoritik
a.    Pengertian Sistem Pemerintahan
Sistem  pemerintahan  adalah  sistem  yang   dimiliki   suatu   negara  dalam  mengatur pemerintahannya. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat.[6] Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk Memberontak  hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiyu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.




b. Pengertian Lembaga Negara
Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan atau "Civilizated Organization" Dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara , dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk membangun negara itu sendiri.         

c. Latar Belakang Bentuk dan Sistem Pemerintahan Malaysia :
          Malaysia merupakan sebuah negara yang populasi penduduknya terdiri
dari berbagai jenis etnis dan suku, atau dalam kata lain, sebuah negara yang
multietm's. [7]
Dari berbagai macam jenis etnis dan suku tersebut, terdapat tiga etnis yang merupakan etnis dengan jumlah populasi paling banyak, yaitu etnis Melayu, China, dan India. Etnis Melayu merupakan etnis dengan jumlah populasi terbesar, karena etnis tersebut merupakan etnis asli yang paling lama mendiami kawasan negara Malaysia dibandingkan dengan kedua etnis lainnya. Etnis Melayu bersama dengan suku asli Malaysia kemudian lebih dikenal dengan sebutan Bumiputera yang mengacu kepada penduduk pribumi yang telah mendiami negeri tersebut sejak lama. Sedangkan kedua etnis lain, yaitu etnis China dan India merupakan penduduk pendatang, ataupun keturunan dari orang-orang yang berasal dari China dan India yang datang ke Malaysia pada zaman dahulu. Penduduk etnis China merupakan penduduk keturunan imigran China yang datang ke kawasan yang kini disebut negara Malaysia tersebut pada abad 15 dan awal abad 20 sebagai pedagang.
Sementara etnis India adalah orang-orang keturunan imigran India yang berdatangan pada abad 11 dan pada masa pendudukan Inggris. Imigranimigran China dan India tersebut datang ke Malaysia umumnya bertujuan untuk berdagang atau bekerja di perusahaan dan perkebunan milik kolonial Inggris yang sebelumnya menguasai negara tersebut. Keturunan imigran China dan India tersebut yang kemudian menjadi warga negara Malaysia sekarang ini.
Federasi, Malaysia adalah federasi 13 negara bagian. Dalam konstitusi setiap negara bagian (negeri-negeri), konstitusi Malaysia harus dimuat terlebih dahulu sebelum konstitusi masing-masing negara bagian.[8] Konstitusi negara bagian harus mengadopsi konstitusi federal. Ke-13 negara bagian Malaysia adalah : (1) Johor, (2) Kedah, (3) Kelantan, (4) Melaka, (5) Negeri Sembilan, (6) Pahang, (7) Perak, (8) Perlis, (9) Pulau Pinang, (10) Sabah, (11) Sarawak, (12) Selangor, dan (13) Terengganu. Selain itu terdapat 1 wilayah yang merupakan teritori federal yaitu (wilayah persekutuan) yang terdiri atas 3 wilayah pembentuk yaitu (1) ibukota Kuala Lumpur, (2) Labuan, dan (3) Putrajaya.

III. Metedologi
1.    Sifat Penelitian
       Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan komparatif, yaitu dengan menggambarkan inti rumusan masalah yang ada dan membandingkannya dengan membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.
a.    Data Primer
       Data ini akan diperoleh dari mencermati dan memahami serta membandingkan sistem ketatanegaraan negara Malaysia dengan Indonesia.
b.    Data Sekunder
       Data ini diperoleh dari penelitian kepustakaan seperti membaca buku, surat kabar, media internet dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder meliputi 3 bahan hukum yaitu :
1)    Bahan Hukum Primer
       Undang-undang Dasar Tahun 1945
2)    Bahan Hukum Sekunder
       Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya :
a)    buku-buku yang berkaitan dengan struktur ketatanegaraan               
b)    Buku-buku yang berkaitan dengan sistem pemerintahan
3.    Bahan Hukum Tersier
a)    Kamus Hukum
b)    Kamus Bahasa Indonesia
c)    Ensikplodia hukum

2.    Teknik Pengumpulan Data
       Kepustakaan
       Studi kepustakaan ini akan digunakan dengan cara mengkaji dan menelaah berbagai buku, surat kabar, perundang-undangan dan media internet, yang berkaitan dengan yang diteliti.
3.    Analisis Data
       Dalam penelitian ini data yang diperoleh akan dianalsisi secara analisis komparatif, yaitu metode analisis data dengan cara membandingkan.[9] Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Ketatanegaraan Malaysia
1.    Konstitusi Malaysia
Bentuk Pemerintahan Malaysia :
Malaysia merupakan negara tetangga Indonesia yang didirikan pada tahun 1963. Malaysia adalah negara Monarki Konstitusional yang berbentuk federal Kepala Negara bergelar Yang Dipertuan Agung yang berarti raja atau kepala negara tertinggi Malaysia terdiri dari 13 negara bagian. Kepala negara (Yang Dipertuan Agung) dipilih selama 5 tahun sekali dan dipilih oleh para penguasa sembilan negara Melayu asli. Sebagai Kepala Negara, raja mengangkat perdana menteri dan kabinetnya. Semua menteri harus dari anggota Parlemen, yang terdiri senate dan House of Representative.
Kewenangan Legislative Federasi ada pada parlemen. Parlemen tersebut berisi Yang Dipertuan Agung dan dua majelis yaitu Dewan Negara (Senat) dan Dewan Rakyat (House of Representative). Dewan Negara mempunyai 69 anggota, dimana 26 anggotanya dipilih oleh 13 negara bagian, masing-masing diwakilkan oleh 2 orang yang dipilih oleh majelis-majelis Undangan Negeri. Masa jabatan anggota Dewan Negara ini selama 3 tahun. Sedangkan untuk 43 anggota dilantik oleh Yang di-Pertuan Agong, yang menurut pendapatnya telah berbakti dengan cemerlang dalam pengabdian masyarakat, perdagangan, perusahaan, pertanian, kegiatan kebudayaan atau wakil-wakil kaum yang jumlahnya sedikit atau untuk mewakili kepentingan orang aslL Bandingkan dengan House of Representative atau Dewan Rakyat, yang mempunyai anggota 193 orang, yang dipilih dengan cara popular vote, dengan masa jabatan 5 tahun.
Kekuasaan parlemen malaysia adalah membuat undang-undang yang dilakukan dengan persetujuan kedua kamar. Ketika suatu RUU disetujui oleh suatu kamar, dan harus diajukan kepada Yang di-Pertuan Agong untuk persetujuan ketika telah disetujui old} kamar yang Jain dan persetujuan yang telah dicapai, dapat menjadikan RUU tersebut menjadi suatu Undang-undang. Seperti halnya dalam proses legislati£ peran Dewan Negara selain dalam proses legislatif, biasanya dilakukan atas nama parlemen.[10]
Proses legislatif dalam parlemen malaysia, menurut Constitution of Malaysia, Art. 66 dan Art. 66 (3) adalah sebagai berikut. Jika suatu RUU keuangan disetujui oleh House of Representative dan dikirim kepada Senate paling sedikit sebulan sebelum akhir dari sesi dan jika tidak disetujui oleh Senate tanpa amandemen selama satu bulan, RUU tersebut diajukan kepada Yang di-Pertuan Agong kecuali House of Representative menentukan lain. RUU yang bukan tentang keuangan, yang telah disetujui oleh House of Representative dan telah dikirim kepada Senate paling sedikit selama sebulan sebelum akhir dari sesi dan RUU tersebut tidak disetujui oleh Senate atau disetujui oleh senate dengan amandemen yang mana House of Representative dan pada sesi selanjutnya (apakah dengan parlemen yang sama atau tidak) tetapi tidak segera dari satu tahun sesudah RUU tersebut disetujui oleh House of Representative untuk RUU yang sama, dengan tidak ada perubahan yang lain dan disetujui lagi oleh House of Representative dan dikirimkan kepada senate paling sedikit selama sebulan sebelum akhir dari sesi ini dan tidak disetujui oleh senate atau disetujui oleh senate dengan amandemen yang mana House of Representative tidak setuju, RUU tersebut, kecuali jDca House of Representative menentukan sebaliknya, harus diajukan kepada Yang di-Pertuan Agong untuk persetujuannya, dengan amandemen seperti itu dan telah disetujui oteh kedua house/kamar.
Monarki Konstitusional merupakan negara yang dipimpin oleh raja sebagai kepala negara dimana kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang atau konstitusi. Bentuk pemerintahan Malaysia adalah monarki konstitusional, yaitu berupa Negara kerajaan yang diatur oleh konstitusional. Dimana kepala negaranya merupakan seorang raja yang disebut dengan Yang diPertuan Agong (Raja Malaysia). Yang di-Pertuan Agong dipilih dari dan oleh sembilan Sultan Negeri-Negeri Malaya, untuk menjabat selama lima tahun secara bergiliran; empat pemimpin negeri lainnya, yang bergelar Gubernur, tidak turut serta di dalam pemilihan.
Yang di-Pertuan Agong ialah gelaran resmi ketua negara Malaysia. Gelaran resmi yang penuh adalah Sen Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong. Oleh sebab Malaysia mengamalkan sistem raja berperlembagaan, peranan Yang di-Pertuan Agong kebanyakannya hanyalah sebagai istiadat. Perlembagaan menyatakan dengan jelas bahwa kuasa eksekutif, secara teorinya di bawah kuasa ketua negeri, dilaksanakan oleh Kabinet atau Jemaah Menteri yang diketuai oleh Perdana Menteri.
Conclusion
Di Malaysia, jabatan yang di pertuan agong di pegang oleh salah seorang sultan dari Negara bagian yang akan memegang kuasa selama 5 tahun saja dan akan di gantikan oleh sultan yang lain sesuai susunan nama majelis raja-raja. Sedangkan Perdana Menteri bergantung pada kemenangan partainya dalam pemilu.

Sistem Pemerintahan :
Dalam sistem pemerintahan Malaysia, Negara Malaysia merupakan sebuah negara federasi yang terdiri atas tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan di Asia Tenggara. Ibu kota Malaysia adalah Kuala Lumpur, sedangkan pusat pemerintahan persekutuan adalah Putrajaya. Negara Malaysia dipisahkan ke dalam dua kawasan, Malaysia Barat dan Malaysia Timur, oleh kepulauan Natuan, Wilayah Indonesia di Laut Cina Selatan. Malaysia berbatasan dengan Thailan, Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam dan Filipina.
Federasi Malaysia adalah sebuah monarki konstitusional. Kepala negara persekutuan Malaysia adalah Yang di-Pertuan Agong, biasa disebut Raja Malaysia. Yang di-Pertuan Agong dipilih dan dan oleh sembilan Sultan Negeri-negeri Malaya, untuk menjabat selama lima tahun secara bergiliran. Empat pemimpin negeri lainnya, yang bergelar gubernur, tidak turut serta di dalam pemilihan.
Sistem pemerintahan Malaysia bermodelkan sistem parlementer Westminter, warisan Penguasa Kolonial Britania. Akan tetapi, di dalam praktiknya, kekuasaan lebih terpusat pada eksekutif daripada legislatif, dan yudikatif diperlemah oleh tekanan berkelanjutan dan pemerintah selama zaman Mahathir, kekuasaan yudikatif dibagikan antara pemerintah persekutuan dan pemerintah negara bagian. Sejak kemerdekaan pada tahun 1957, Malaysia diperintah oleh koalisi multipartai yang disebut Barisan Nasional (pemah disebut juga Aliansi).[11]
Kekuasaan legislatur dibagi antara legislatur persekutuan dan legislatur negeri. Parlemen bikameral terdiri atas dewan rendah, Dewan Rakyat yang mirip dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) di Indonesia, dan dewan tinggi, Senat atau Dewan Negara mirip dengan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) di Indonesia. Sebanyak 220 anggota Dewan Rakyat dipilih dari daerah pemilihan beranggota tunggal yang diatur berdasarkan jumlah penduduk untuk masa jabatan terlama 5 tahun. 70 Senator bertugas untuk masa jabatan 3 tahuan. 26 di antaranya diplih oleh 13 majelis negara bagian (masing-masing mengirimkan dua utusan), dua mewakili wilayah persekutuan Kuala Lumpur, masing-masing satu mewakili wilayah persekutuan Labuan dan Putrajaya, dan 40 diangkat oleh raja atas nasihat perdana menteri. Di samping parlemen pada tingkatan persekutuan, tiap-tiap negara bagian memiliki dewan legislatif unikameral (Dewan Undangan Negeri) yang para anggotanya dipilih dari daerah-daerah pemilihan beranggota tunggal. Pemilihan umum parlemen dilakukan paling sedikit lima tahun sekali, dengan pemilihan umum terakhir pada Maret 2008. Pemilih terdaftar berusia berusia 21 tahun ke atas dapat memberikan suaranya kepada calon anggota Dewan Rakyat dan calon anggota dewan legislatif negara bagian juga, di beberapa negara bagian, voting tidak diwajibkan.
Bentuk dan sistem pemerintahan di Negara Malaysia itu efektif karena Malaysia itu negara monarki konstitusi yaitu berupa negara kerajaan yang diatur oleh konstitusional dimana kepala negaranya merupakan seorang raja yang disebut dengan yang dipertuan agong (Raja Malaysia) dalam pemerintahan Malaysia, Negara Malaysia merupakan sebuah negara federasi yang terdiri atas tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan di Asia Tenggara.

B. Ketatanegaraan NKRI
1. Konstitusi NKRI
Konstitusi bangsa Indonesia secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaats). Menurut pemikiran Friedrich Julius Stah!, saiah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights/fundamental rights). Indonesia yang dalam catatatnnya adalah negara hukum. Negara hukum berarti setiap warga negara harus tunduk dan taat kepada hukum sebagai sarana "problem solving" masyarakat. Hukum di negara hukum harus menjadi panglima apabila negeri ini ingin hidup tertib dan terjamin perlindungan hak-hak setiap warganya.
Agar dapat selalu mengikuti perkembangan dan pemenuhan akan hak-hak dasar manusia, maka sebuah konstitusi haruslah mempunyai aspek yang dinamis dan mampu menangkap fenomena perabahan sejarah (historical change), sehingga dapat menjadikannya sebagai suatu konstitusi yang selalu hidup (living constitution).
Konstitusi sebagai hukum dasar yang utama dan merupakan hasil representatif kehendak seluruh rakyat, haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara[12]. Oleh karena itu, prinsip yang timbul adalah setiap tindakan, perbuatan, dan/atau aturan dari semua otoritas yang diberi delegasi oleh konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan basic rights dan konstitusi itu sendiri. Dengan kata lain, konstitusi harus diutamakan, dan maksud atau kehendak rakyat harus lebih utama daripada wakil-wakilnya.
Mahkamah Konstitusi yang kini melembaga dalam salah satu struktur lembaga hukum di Indonesia berawal dari fakta reformasi nasional tahun 1998, dan kemudian hal itu telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (kemudian akan kita sebut UUD RI 1945) yang disakralkan oleh Pemerintah Orde Baru untuk tidak direvisi.
Setelah reformasi, konstitusi Indonesia telah mengalami perubahan dalam satu rangkaian empat tahap, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Salah satu perubahan dari UUD RI 1945 adalah dengan telah diadopsi prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan antara lain prinsip pemisahan kekuasaan dan 'checks and balances' sebagai pengganti sistem supremasi parlemen.
Dalam Pasal 24C hasil perubahan ketiga UUD RI 1945, dimasukkannya ide pembentukan Mahkamah Konstitusi kedalam konstitusi negara kita sebagai organ konstitusional baru yang sederajat kedudukannya dengan organ konstitusi lainnya. Fungsi Mahkamah Konstitusi telah dilembagakan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.[13] Sejak tanggal 13 Agustus 2003. Amandemen yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat (21) pasal 24c dan pasal 7b Undang-undang Dasar 1945 hasil perubahan ketiga yang disahkan pada tanggal 9 November 2001.
Hal ini disahkan dengan adanya ketentuan Pasal 24C ayat (6) UUD RI 1945 yang menentukan: "Pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang." Oleh karena itu, sebelum Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai mestinya, Undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi teriebih dahulu ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 13 Agustus 2003 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi telah dilakukan dengan proses rekruitmen calon hakim menurut tata cara yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang berbunyi "Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden".
Mahkamah Konstitusi secara resmi dibentuk dengan adanya Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 dan setelah pelantikan dan pengucapan sumpah tanggal 16 Agustus 2003, maka kewenangan transisi Mahkamah Agung yang dibebani tugas oleh pasal in Aturan Peralihan UUD RI 1945, untuk melaksanakan segala kewenangan Mahkamah Konstitusi telah berakhir. Untuk itu akan dibahas kewenangan mahkamah konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan peranannya sebagai penjaga konstitusi seperti yang diatur dalam UUD RI 1945 dengan meninjau keberadaannya dalam tatanan hukum di Indonesia.

2.   Suprastruktur NKRI
       Gambar : Struktur Kelembagaan Sesudah Amandemen UUD 1945.J51

3.   Sistem Pemerintahan NKRI
       Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan. Indonesia pernah menganut sistem kabinet parlementer pada tahun 1945 - 1949. kemudian pada rentang waktu tahun 1949 - 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu. Pada tahun 1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Sedangkan pada tahun 1959 - 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan secara demokrasi terpimpin.[14]
       Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 - 2002. Berikut ini adalah perbedaan sistem pemerintahan sebelum terjadi amandemen dan setelah terjadi amandemen pada UUD 1945.
Ø      MPR menerima kekuasaan tertinggi dari rakyat
Ø      Presiden sebagai kepala penyelenggara pemerintahan
Ø      DPR berperan sebagai pembuat Undang - Undang
Ø      BPK berperan sebagal badan pengaudit keuangan
Ø      DPA berfiingsi sebagal pemberi saran/pertimbangan kepada presiden / pemerintahan
Ø      MA berperan sebagal lembaga pengadilan dan penguki aturan yang diterbitkan pemerintah Kekuasaan legislatif lebih dominan.
Ø      Presiden tidak dapat membubarkan DPR
Ø      Rakyat memilih secara langsung presiden dan wakil presiden
Ø      MPR tidak berperan sebagai lembaga tertinggi lagi
Ø      Anggota MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah anggota DPD yang dipilih secara langsung oleh rakyat
Dalam sistem pemerintahaan presidensiil yang dianut di Indonesia, pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang menjadi perhatian. Selain itu, pengawasan rakyat terhadap pemerintahan juga kura begitu berpengaruh karena pada dasamya terjadi kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan yang ada di tangan presiden. Selain itu, terlalu sering terjadi pergantian pejabat di kabinet karena presiden mempunyai hak prerogatif untuk melakukan itu.[15]

C.   Perbandingan Ketatanegaraan Malaysia dengan NKRI
Secara  garis  besar  Perbandingan  Ketatanegaraan  Malaysia   dengan  Negara  Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
Perbedaan
Indonesia
Malaysia
Konstitusi
UUD  1945
Konstitusi 1963
Suprastruktur
Eksekutif : Presiden dan Wakil Presiden
Eksektufi : Raja

Legislatif : DPR, DPD
Legislatif : Federasi Dewan Negara (Senat Dewan Rakyat)

Legislatif Parlemen
Bikameral, yaitu DPR dan DPD. Anggota DPR dan DPD menjadi anggota MPR
Bikameral yang terdiri dari Senat (Dwan Negara) dan House of Representatives (Dewan Rakyat)
Yudikatif
Mahkamah Agung, Badan Peradilan di bawahnya dan mahkamah konstitusi 
Federal Court, Court of Appral, High Courts, Session’s Courts, Magistrate’s Court dan Juvinele Courts 

Lembaga Bantu Ne gara :
Komisi Yudisial
Hoge Raad
Sistem
Pemerintahan
Presidensial
(Demokrasi Multipartai)
Parlementer Westiminter
Monarki Konstitusional
Bentuk
Negara
Republik
Monarki konstitusional
Kepala
Pemerintahan
Presiden
Kepala negara adalah oleh raja yang disebut Yang di Pertuan Agong (Raja Malaysia) dan Perdatan Menteri Sebagai Kepala Pemerintahan.
Kepala Negara
Presiden
Ratu/Raja





BAB III
KESIMPULAN  / PENUTUP

A.      Kesimpulan
          Sistem pemerintahan Indonesia dengan negara malaysia berbeda. Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan  negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, dan birokratif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unur lain seperti parlemen, pemilu dan dewan menteri. Pemerintahan negara Malaysia menganut sistem monarki konstitusional di mana pemerintahan di dirikan dibawah sistem konstitusional yang mengakui raja atau kaisar sebagai kepala negara.
          Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi menjadi dua yaitu presidensial dan parlementer. Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan parlemente didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer badan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
          Dalam sistem pemerintahan negara republik, lembaga-lembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokrasi, sedangkan dalam sistem pemerintahan monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda dengan sistem pemerintahan di jalankan di negara lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antar sistem pemerintahan negara itu. Misalnya dua negara memiliki sistem pemerintahan yang sama. Perubahan pemerintahan di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat perpindahan kekuasaan atau kepentingan dalam negara. Perubahan pemerintahan di Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai 1999. Hal itu bermula dari adanya krisis moneter dan krisis ekonomi.


DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abu Daud Busroh, Intisari Hukum Tata Negara Perbandingan, Ghalia, Jakarta, Revisi Cetakan ke 3 2012

Aditama Tutik,  Titik Tnwulan.2008.Konstruksi HTN Indonesia Pasca Amandemen   UUD  1945, 2008.

Daud Busroh, Ilmu Negara, Cetakan ke III Revisi, PT, Gramedia, Jakarta 2009

Jimmly Ashiddieqie, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia , PT. Gramedia, Jakarta, 2011

Jimly Asshiddieqe, Mahkamah konstitusi Kompilasi Keterangan Undang-Undang  Dasar FH UI Jakarta, 1012 cetakan kelima.

Mariam Budiarjo, Metode Penelitian, PT. Gramedia, Cetakan ke 22, 2009


Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Politik, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, Cetakan IV, 2010

M.Kusnardy, Pengantar Hukum Tata Negaqra Indonesia, FHI UI, Jakarta, 2009.


Lubis, M. Solly, Hukum Tata Negara,Bandung, Mandar Majuil 1992

Pamudji, Perbandingan Pemerintahan Tata Negara, Cetakan ke 10, Bumi Aksara, Jakarta, 2011

Syafiie,  Inu  Kencana,  Andi  Azikin,  2007. Perbandingan Pemerintahan. Bandung:  PT.  Refika Jakarta : Kencana Undang-undang Dasar Tahun 1945 Amandemen IV
Sri Sumantri, Perbandingan Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, Cetakan ke IV, 2010.

Sumaryati Hartono, Kapita Selekta Perbandingan HTN, Citra Aditya Bakti, Bandung 2008

Sarjono HS, Bunga Rampai Perbandingan Hukum Indonesia, Indo-Hill Co, Jakarta, 2008

Tolchad Monsoer, Beberapa Aspek Pemerkosaankekuasaan  Eksekutif dan legislatif, Disertasi UGM, Prajnja Paramita, Jakarta 2009

Internet:

www.dpr.go.id / Kl_kunjungan_Kunjungan_Kerja_Komisi_I_ke_Belanda diakses tanggal 25-10-2013
http://mjieschool.blogspot.com/2008/10/sistem-pemerintahan-pertemuan-l.html diakses tanggal 25-10-2013

http://ampi.wordpress.com/2009/06/03/sistem-parlementer-dan-sistem-presidensial/ diakses  tanggal 28-10-2013

http://serenityyuria.blogspot.com/2012/01/kekuasaan-legislatif-eksekutif-dan.html   diakses   tanggal 28-10-2013

Undang-Undang No.24 Tahun 2003, Tentang Makmalah Konstitusi.

Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amademen


[2] Sri Sumantri, Perbandingan Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, Cetakan ke IV, 2010.
[3] Pamudji, Perbandingan Pemerintahan Tata Negara, Cetakan ke 10, Bumi Aksara, Jakarta, 2011
[4] Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Politik, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, Cetakan IV, 2010
[5] Ibid
[6] Abu Daud Busroh, Intisari Hukum T ata Negara Perbandingan, Ghalia, Jakarta, Revisi Cetakan ke 3 2012
[7] M.Kusnardy, Pengantar Hukum Tata Negaqra Indonesia, FHI UI, Jakarta, 2009.
[8] Sumaryati Hartono, Kapita Selekta Perbandingan HTN, Citra Aditya Bakti, Bandung 2008
[9] Mariam Budiarjo, Metode Penelitian, PT. Gramedia, Cetakan ke22, 2009
[10] Sarjono HS, Bunga Rampai Perbandingan Hukum Indonesia, Indo-Hill Co, Jakarta, 2008
[11] Jimmly Ashiddieqie, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia , PT. Gramedia, Jakarta, 2011
[12] Jimly Asshiddieqe, Mahkamah kOnstitusi Kompilasi Keterangan Undang-Undang  Dasar FH UI Jakarta, 1012 ketakan kelima
[13] Undang-Undang No.24 Tahun 2003, Tentang Makmalah Konstitusi.
[14] Tolchad Monsoer, Beberapa Aspek Pemerkosaankekuasaan  Eksekutif dan legislatif, Disertasi UGM, Prajnja Paramita, Jakarta 2009
[15] Daud Busroh, Ilmu Negara, Cetakan ke III Revisi, PT, Gramedia, Jakarta 2009