BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN UMUM
1. Lingkungan Hidup
Istilah "lingkungan"
itu diucapkan dan ditulis secara lengkap “lingkungan hidup" dalam bahasa Inggris disebut environment; bahasa Perancis disebut l' environment; bahasa
Jerman disebut umwelt; bahasa Belanda disebut Milieu; bahasa Malaysia disebut alam sekitar; bahasa Tagalog disebut kapaligiran; dan bahasa Thai disebut sin-vat-lom.
Secara
harfiah, istilah lingkungan hidup
diterjemahkan menjadi "life environment", namun dalam
kenyataannya selalu diterjemahkam sebagai environment.[1]
Mengenai lingkungan
hidup diberikan beberapa pengertian oleh para sarjana antara lain :
a.
Menurut pendapat Emil Salim, lingkungan hidup adalah
segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita
tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
b.
Menurut pendapat Munadjat Danusaputro, lingkungan
hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi, termasuk didalamnya manusia
dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada. Dan
memperjalin kelangsungan hidup serta kesejahtraan manusia dan jasad hiup
lainnya.[2]
c.
Menurut
pendapat Otto Soemarwoto. Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi yang ada
dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi kehidupan.[3]
d.
Sedangkan
Siahaan menyebutkan ;
Dari beberapa
pengertan lingkungan hidup diatas, maka Siahaan mencoba merangkumnya, bahwa
yang dimaksud dengan lingkungan hidup mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
- semua benda, berupa
manusia, tumbuhan, organisme, tanah, air, udara, rumah,sampah, mobil,
angin dan lain-lain;
- daya disebut juga energy;
- keadaan disebut juga
kondisi atau situasi;
- perilaku atau tabiat;
- ruang, yaitu wadah
berbagai komponen berada;
- proses interaksi disebut
juga saling mempengaruhi atau diisebut juga dengan lingkungan hidup
e.
Menurut UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok Pengelolaan Iingkungan Hidup
Lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda daya, keadaan dan mahkuk hidup, termasuk didalamnya manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya.
f.
Menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk didalamnnya manusia dan tingkah
lakunya yang mempergaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta mahluk hidup lainnya.
g. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Serta konteks Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan hidup menurut
beberapa pakar membuat batasan atau
pengertian lingkungan hidup dengan berbagai rumusan. Secara umum lingkungan
hidup diartikan sebagai benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat
dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk
kehidupan manusia.[4]
Soejono
mengartikan "Lingkungan Hidup" sebagai lingkungan hidup fisik atau
jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang
terdapat dalam alam. Dalam pengertian ini maka manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan tersebut dilihat dan dianggap sebagai perwujudan fisik jasmani
belaka. Sedangkan "lingkungan", diartikan mencakup
lingkungan hidup manusia, hewan dan tumbuh-tumhuhan yang ada didalamnya.[5]
Istilah
ekologi berasal dari kata Yunani Oikos dan Logos. "Oikos" berarti
"rumah" atau tempat hidup, sedangkan "Logos" berarti
"ilmu". Secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dinzmahnya,
atau dapat diartikan juga sebagai ilmu t.entang rumah tangga makhlmk hidup.
Menurut ODUM (1971),
lazimnya ekologi didefinisikan sebagai "ilmu tentang
hubungan organisme atau kelompok organisme dengan lingkungan hidupnya"
atau "ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme hidup dengan
lingkungan hidupnya". Selanjutnya menurut ODUM bahwa ekologi terutama
herkaitan dengan sifat biologis kelompok organisme dan ciengan proses
fungsional tanah, laut, dan air, sehingga pengertian ekologi yang lebih sesuai
dengan pengertian modem dapat didefinisikara sebagai "ilmu tentang
struktur dan fungsi dari pada alam,
dengan pengertian bahwa alam meliputi pula manusia.[6]
2. Hukum Lingkungan
Hukum
lingkungan meliputi lingkungna fisik dan lingkungan sosial. Masalah lingkungan
tidak hanya menyangkut ilmu alam, tetapi juga berkaitan dengan gejala sosial
dan tingkah laku sosial. Hukum lingkungan pada umumnya bertujuan dalam
menyelesaikan masalah lingkungan, khususnya yang disebabkan oleh ulah manusia.
Masalah
lingkungan bagi manusia dapat dilihat dari segi menurunnya kualitas
lingkungan. Kualitas lingkungan
menyangkut nilai lingkungan untuk kesehatan, kesejahteraan dan ketentraman
manusia.[7] Menurut
Drupsteen, masalah lingkungan merupakan kemunduran kualitas lingkungan. Atau
dengan kata lain, bahwa masalah lingkungan yang menyangkut gangguan terhadap
lingkungan antara manusia dan lingkungan bentuknya berupa pencemaran,
pengurasan dan perusakan lingkungan.[8]
Hukum
lingkungan memiliki dua dimensi, pertama adalah ketentuan tentang tingkah laku
manusia, semuanaya bertujuan supaya anggota masyarakat dihimbau bahkan dapat
dipaksakan memenuhi hukum lingkungan
yang tujuannya memecahkan masalah lingkungan. Kedua adalah dimensi yang memberi
hak, kewajiban dan wewenang badan-badan pemerintah dalam mengelola lingkungan.
Moenadjat
membedakan antara hukum lingkungan modern yang berorientasi kepada lingkungan
atau environment-oriented law dan
Hukum Lingkungan klasik yang berorientasi kepada penggunaan lingkungan atau use-oriented law.[9] Hukum
lingkungan modern menetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak
perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan
kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara
langsung terus menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun
generasi-generasi mendatang. Sebaliknya hukum lingkungan klasik menetapkan
ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin
penggunaan dan eksplotasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal
dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin dan dalam jangka
waktu yang sesingkat-singkatnya.[10]
3. Sumber Daya Alam
Dalam rangka menjaga kelestarian alam dengan
seluruh komponen yang menjadi ruang lingkupnya, hendaknya dalam melaksanakan
dan menjaganya haruslah pada gerak yang tidak terbatas, artinya apakah itu
ungkapan ataupun dalam wujud nyata, gerakan hendaknya senantiasa tanpa mengenal
lelah atau cukup dengan rasa puas bahwa
tindakan yang dilakukan cukup berhasil. Sumber daya alam yang ada bukannya,
tidak terbatas apabila didalam pengelolaannya tanpa memperhatikan nilai-nilai
pelestarian atau keseimbangan ekosistemnya, tidak mustahil kerusakan dan
kepunahan akan terjadi dalam sumbernya.
Tuhan
menciptakan bumi dengan isinya dimaksudkan untuk kemakmuran masyarakatnya. Maka
dari itu pengelolaan sepenuhnya diserahkan kepada manusia, pengelolaan dalam
pendayaan sumber daya alam guna untuk
memajukan kesejahteraan umum juga untuk mencapai kebahagiaan hidup.
Dalam pendayagunaan sumber daya alam, baik
hayati maupun non hayati, sangat
mempengaruhi lingkungan bahkan dapat merombak sistem kehidupan yang sudah
berimbang antara kehidupan itu sendiri dengan lingkungannya. Manusia dalam
memanfaatkan sumber daya alam ini harus memperhatikan tujuannya, dan pengaruh
(dampak) yang akan ditimbulkan akibat pemakaian dan penggunaannya. Apabila
dampak yang ditimbulkan tidak diperhatikan, akibatnya akan dirasakan oleh
generasi berikutnya. Oleh karena itu keseimbangan sumber daya alam akan sulit tercipta
kembali dan akan memakan waktu yang cukup lama dan memerlukan biaya yang cukup
besar.
Mengingat pentingnya konservasi sumber daya
alam hayati yang
ekosistemnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia, maka di dalam pengelolaannya
dilakukan melalui tiga kegiatan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 5
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yaitu :
a. Perlindungan sistem
penyangga kehidupan.
Kehidupan
adalah suatu sistem yang terdiri dari proses yang berkait satu dengan lainnya
dan saling mempengaruhi yang apabila terputus akan mempengaruhi kehidupan. Agar
manusia tidak dihadapkan pada perubahan yang tidak diduga akan mempengaruhi
kemampuan pemanfaatan sumber daya alam hayati, maka proses ekologis yang
mengandung kehidupan itu perlu dijaga dan dilindungi. Perlindungan sistem
penyangga kehidupan ini meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau dan
jurang, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan
terhadap gejala keunikan dan keindahan alam dan lain-lain.
b. Pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya terdiri dari unsur-unsur hayati dan non hayati
(baik fisik maupun non fisik). Semua unsur ini sangat berkaitan dan
pengaruh-mempengaruhi. Punahnya salah satu unsur tidak dapat diganti dengan
unsur lain. Usaha dan tindakan konservasi untuk menjamin keanekaragaman jenis
meliputi penjagaan agar unsur-unsur dapat berfungsi dalam alam agar senantiasa
siap sewaktu-waktu dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Pengawetan jenis
tumbuhan dan satwa dapat dilaksanakan di dalam kawasan (konservasi in-situ)
ataupun diluar kawasan (konservasi ek-situ).
c. Pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Usaha
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada
hakikatnya menupakan usaha pengendalian/pembatasan dalam pemanfaatan sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga pemanfaatan tersebut dapat dilakukan
secara terus-menerus pada masa mendatang. Kegiatan yang dilakukan dengan
tujuan pengelolaan menjamin kelestarian lingkungan, pemanfaatannya yang
dihadapkan pada perubahan-perubahan, namun perubahan itu sendiri mampu menciptakan
kondisi kehidupan yan seimbang dan serasi, apabila perubahan itu tidak diikuti
dengan proses pemulihan maka pemanfaatannya hanya bersifat sementara.
Terbatasnya kemampuan sumber daya alam untuk menyangga kebutuhan, itulah yang
perlu diperhatikan agar pembudayaannya pun dapat berlanjut secara
berkesinambungan.
4. Sumber Pengetahuan Masyarakat
Secara sederhana bahwa sumber pengetahuan
masyarakat yang dimaksud adalah suatu hal yang sangat penting dan manjadikan
tolak ukur keberhasilan suatu masyarakat di lingkungannya. Tanpa pengetahuan
yang cukup, maka proses helaksanaan
pemeliharaan lingkungan tidak akan dapat berjalan dengan baik dan
berhasil. Pembangunan adalah hasil budaya dan karya manusia yang dilakukan dengan
kehati-hatian sehingga tidak menimbulkan kerusakan.
Di dalam pemeliharaan
keserasian hubungan tersebut pastilah ada cara-cara tertentu dengan berpegang
pada beberapa prinsip dasar yang bisa
digunakan. Suatu prinsip yang sedehana menyatakan : (sebut saja prinsip I) bahwa
: "Materi, energi, ruang, waktu dan deversitas (keanekaragaman) merupakan
kategori sumber alam". Prinsip II bahwa ; " Pengadaan sumber alam
yang melampaui batas optimalnya akan enimbulkan kesan
kemerosotan/peracunan".[11]
Oleh kerena
itu hubungan antara manusia dengan lingkungannya
adalah sangat dominan, dimana pengetahuan masyarakat sangatlah menentukan
keberhasilan pelaksartaan pemeliharaan sumber daya alam yang ada
disekelilingnya.
5. Pencemaran dan Perusakan Lingkungan
Sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah dimasukannya pencemaran
lingkungan hidup oleh proses alam dalam perumusan istilah
"pencemaran". Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Dari rumusan
tersebut dapat disimpulkan adanya unsur pencemaran sebagai berikut :
a. 1) Masuknya atau
dimasukannya zat pencemar ke dalam lingkungan, atau 2) berubahnya tatanan
lingkungan.
b. Adanya : (1) Kegiatan
manusia, atau (2) proses alam.
c. Turunnya kualitas
lingkungan.
d. Sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Rumusan
pencemaran lingkungan tersebut memberi pengertian tentang beberapa hal :
Pertama : Bahwa pencemaran lingkungan dalam dirinya
selalu mengandung pengertian terjadinya penurunan kualitas lingkungan adanya
suatu tolak ukur esensial. Toluk ukur ini
adalah baku mutu lingkungan.
Kedua : Bahwa pencemaran
lingkungan selalu mengandung arti timbulnya akibat bahwa lingkungan atau tidak
berfungsinya lagi sesuai dengan peruntukannya.
ketiga : Dilihat dari sudut
faktor penyebabnya pencemaran lingkungan dapat dibedakan antara pencemaran
lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh proses alam. Pencemaran lingkungan hidup oleh proses alam
dimasukkannya dalam perumusan mengingat bahwa akibatnya perlu ditanggulangi ini
merupakan kewajiban pemerintah.
Keempat : Ditinjau dari sudut
medianya, pencemaran lingkurrgan dapat disebabkan antara pencemaran tanah,
pencemaran air dan pencemaran udara.
Perusakan
lingkungan dirumuskan pengertiannya dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai berikut: “ Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup”.
Dari rumusan
tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur perusakan lingkungan sebagai berikut :
1) Adanya suatu tindakan
manusia.
2) Terjadinya perubahan
terhadap sifat fisik lingkungan dan/atau sifat hayati lingkungan.
3) Sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Menurut
Abdurrahman, bahwa mengemukakan sebagai berikut : “ Perbedaan itu memang tidak
terlalu prinsipil,
karena setiap orang melakukan perusakan lingkungan otomatis juga melakuhan
pencemaran dan sebaliknya. Bedanya hanya terletak pada intensitas perbuatan yang
dilakukan terhadap lingkungan dan kadar akibat. yang diderita oleh lingkungan
akibat perbuatan tersebut.”
B. BENTUK TANGGUNG JAWAB
Pasal 2 huruf a Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan berdasarkan asas tanggung jawab negara. Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab negara”
adalah:
1. Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik
generasi masa kini maupun generasi masa depan.
2. Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
3. Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
State
liability lebih
lanjut diatur pada Pasal 3 UUPPLH yang
mengatur tentang tujuan hukum lingkungan hidup adalah untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Strick liability pertanggung jawaban mutlak dahulu diatur dalam pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Lingkungan Hidup Nornor 23 Tahun 1997 yang mengatur
tentang pertanggung jawaban mutlak. Yang selanjutnya diubah dengan UUPPLH dalam Pasal 88 ini disebutkan secara tegas mengenai konsep strict
liability: “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
kegiatannya menggunakan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun, editor), menghasilkan
dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap
lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa
perlu pembuktian unsur kesalahan.”
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability
adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya.
Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap
pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat
ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
Mengenai penyelesaian ganti rugi sebagai suatu
konseksuensi tanggung jawab, hal itu diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, pada Pasal 1243 dan Pasal 1365. Prinsip yang digunakan dalam kedua pasal tersebut adalah liability
based on fault dengan beban pembuktian, ia baru akan memperoleh ganti
kerugian apabila ia berhasil membukttikan adanya unsur kesalahan pada pihak
tergugat.[12]
Daud silalahi, menguraikan jenis-jenis kegiatan
yang dapat diberlakukan asas tanggung jawab mutlak; yaitu kegiatan yang dapat
menimbulkan bahaya besar yang akibatnya tidak dapat diatasi dengan upaya yang
lazim dilakukan (Abnormally Dangerus Activities).
Adapun
patokan/ukuran untuk menentukan kegiatan-kegitan yang dikategorikan dapat
menimbulkan bahaya atau akibat besar (The Standard Of /Abnormality)
adalah sebagai berikut :
a. Tingkat resiko (the degree of risk); resiko dianggap tinggi apabila tidak
dapat dijangkau ofeh upaya lazim menurut kemajuan teknologi yang ada.
b. Tingkat bahaya ( the gravery of
harm) bahaya diangggap sangat sulit untuk dicegah pada saat mulai
terjadinya.
c. Tingkat kelayakan upaya pencegahan (the
opproppreatness).
Unsur-unsur kegiatan yang sifat abnormally denqeraus activity adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan yang mengandung
resiko tinggi yang menimbulkan bahaya pada manusia, hewan, tanah, hak-hak
keberadaan dan lainnya.
b. Bobot bahaya yang besar.
c. Bahaya atau
resiko yang ditimbulkan dianggap tidak dapat ditunggu lagi dengan upaya biasa (reasonable
care.
d. Kegiatan bukan yang bisa
dilakukan.
e. kegaatan ini dianggap
kurang tepat untuk diiakukan di tempat itu atau bahkan sulit ditemukannya lokasi
benar-benar aman.
f. manfaat kegiatan tersebut
pada masyarakat sekitarnya.
Jenis kegiatan
yang dianggap memasuki kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan bahan
peledak/gedung mesiu
b. perusahaan yang
memproduksi bahan berbahaya dan beracun terrnasuk perusahaan pengangkutannya
pada waktu bahan tersebut didistribusikan kepada konsumen.
c. Perusahaan Kapal Tanker
Minyak/LNG
d. Perusahaan
pompa bensin
e. Perusahaan angkutan darat
f. Perusahaan pengolahan
limbah
g. kegiatan
atau Usaha lain yang pada umumnya dapat rnenimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan. [14]
Beberapa
pengertian pencemaran yaitu :
a. Otto
Soemarwoto : Pencemaran adalah jika dari segi ilmiah suatu lingkungan dapat disebut
sudah tercemar bila memiliki beberapa unsur sebagai berikut :
1)
Adanya pencemaran karena lebih besar kecepatan produksi suatu zat dari
daripada keceparan penggunaannnya atau degradasinnya secara kimia fisika.
2)
Adanya proses geologi yang membentuk atau mengkonsentrasikan
zat mencemar yang membentuk atau mengkonsentrasikan zat pencemar tertentu jenis
mikroba.
3)
Berdasarkan proses fisika -.kimia non biolagis . Proses ini dapat
terjadi tanpa pengaruh lansung oleh manusia seperti pencemaran dari gunung.
4)
Terjadinnya kecelakaan yang dapat melepaskan ke dalam lingkungan
ini dapat terjadi karena sekoyong-koyong lambat laun.
b. Danusaputro
Pencemaran adalah suatu keadaan dalam suatu
mana suatu zat dan atau energi di introduksi ke dalam suatu lingkungan oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam sendiri dalam konsentrasi sedemikian
rupa, sehingga rnenyebabkan terjadinya perubahan dalam keadaaan tersebut yang
niengakibatkarl iingkungn tidak berfungsi seperli semula dalam arti kesehatan.
c. Menurut Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982
Daiam Pasal 1 butir 7 menyatakan bahwa
pencemaran adalah " masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat; energi dan atau komponen lain kedalam
linkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atara
oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi iagi
sesuai dengan peruntukannya, sedangkan yang dimaksud dengan perusakan
lingkungan menurut butir 8, menyatakan bahwa perusakan lingkungan adalah
tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
pisik dan atau hayati lingkungan yang menrakibatkan lingkungan itu kurang atau
tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
d. Menurut Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1997
Pasal 1 ayat 12 menyatakan bahwa ,"
pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukannya mahluk hidup ,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannnya, dan
ayat 14 undang-undang yang sama mangatur mengenai perusakan lingkungan" tindakan yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat dan atau hayatnya yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan
berkelanjutan".
Dari berbagai
pengertian yang dikemukankan berbagai literatur dimana dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan lingkungan telah tercemar atau pencemaran lingkungan
adalah :
1. Masuk atau
dimasukannya mahluk hidup, zat, energi atau
atau komponan lain ke dalam lingkungan hidup oleh keqiatan manusia
2. Akibatnnya linqkunga hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
e. Menurut Undang-Undang
Nomor 32
tahun 2009
Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa, Pencemaran
lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Adapun
beberapa peraturan lingkungan hidup yang berkenaan dengan usaha untuk
menanggulangi terjadinya terjadinya pencemaran lingkungan /perusakan lingkungan
antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pemerintah
2. Undang-Undang Nomor 5
tahun 1992 tentang benda cagar budaya
3. Peraturan pemerintah nomor
19 tahun 1994 tentang pengelo!aan limbah bahan berbahaya dan beracun
4. Peraturan Pemerintah nomor
27 tahun 1999 tetang ana!is mengenai dampak lingkungan hidup
5. Peraturan
Pemerintah nomor 20 tahun 1990 terrtang pengendalian pencemaran. Air
6. Peraturan Pemerintah nomor
35 tahun 1991 tentang sungai
7. Peraturan Pemerintah
nornor 7 tahun 1990 tentang penguasaan hukum tanaman industri
8. Peraturan Pemerintah nomor
19 tahun 1999 tentang pengeloaaan limbah bahan berbahaya dan beracun
9. Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1990 tentang badan pengendalian dampak
lingkungan hidup
10. Keputusan Presiden
Republik Indonesia nomor 32 tahun 1991 tentang pengelolaan kawasan lindung
11. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 157/Menkes/Per/ix/1990/Tentang Pengeloaan Kawasan Lingkungan.
12. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomo 41
G/MenkeslPer/ix/1990/tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.
13. Peraturarr Menteri
Kesehatan nomor 477/MenkesIPPrlx/1991/tentang anaIisis mengenai dampak
lingkungan laboratorium kesehatan
14. Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 45/Prt/1990 tentang pengendalian mutu air pada sumber air.
15. Keputusan Menteri Negara
kependudukan dan lingkungan hirdup Nomor 03/Menklh/ll/991 tentang baku mutu
iimbah cair bagi kegiatan yang sudah beroperasi
Masih banyak peraturan mengenai lingkungan hidup yang tidak
disebutkan khususnya peraturan pelaksana
yang lebih khusus Menurut Koesnadi hardjasoemantri mengatakan bahwa "hal
ini terjadi karena mengingat Materi bidang lingkungan sangat luas yang
menyangkut segi ruang angkasa, puncak gunung es sampai keperut bumi dan dasar
laut yang meliputi juga sumber daya manusia, sumber daya alam hayati dan non
hayati dan sumber buatan, maka tidak mungkin seluruh materi tersebut diatur,lengkap satu
persatu.[15]
Namun yang
disayangkan adalah dari bebagai peraturan tersebut terlihat masing-masig
peraturan mengatur sendi-sendi prosedur dan tata cara mengenai bagaimana
melindungi lingkungan hidup terutama peraturan mengenai analisis mengenai
dampak lingkungan, hal ini menggambarkan terjadinya kecedrungan sektoral dalam
pelaksanaan pergawasan terhadap lingkungan hidup.[16]
Berkenaan
dengan pertanggung jawaban ini perkembangan konsep dalam hukum pidana telah
membawa perubahan yang cukup signifikan, Perubahan ini antara lain tentang
teori Strict Liability. Strict Liability adolah suatu konsep hukum yang
rneletakan pertangung jawaban pada seseorang /korporasi atas suatu pelanggaran
hukum yang dilakukannya, walaupun unsur kesalahan mereka tidak terbukti. Konsep
ini lahir dilatarbelakangi oleh perkembangan industri atau dunia usaha yang
menggunakan teknologi beresiko tinggi. Diaman akibatnya atau dampaknya memiliki
potensi berbahaya terhadap manusia, harta benda dan lingkungan hidup. Asas ini merupakan jawaban atas perkembangan kegiatan
yang mengandung resiko tinggi yang tidak selalu dapat dijawab dengan
ketersediaannya pembuktian ilmiah.
Strick
Liability sendiri merupakan jenis pertanggung
jawaban perdata, yang tidak mendasarkan pada kesadaran penggugat tapi pada
tergugat, tergugat yang tunduk pada strict liability hanya dapat bebas dari
kewajiban hukum untuk memberikan ganti rugi dalam hal ini atau melakukan
tindakan, lain, jika mampu membuktikan bahwa kerugian terjadinya karena
unsur-unsur yang termasuk ke dalam kategori alasan pemaaf. Alasan prumaaf secara
urriurn terdiri dari :
1. Force Majeur (keadaan memaksa), bencana alam, Peperangan
2. Kesalahan yang diakibat
oleh korban sendiri.
Karena penggugat (korban) tidak dibebankan
pembuktian kesalahan, maka tergugat yang dibebani pembuktian dengan demikian secara otomatis
beban pembuktian ada pada tergugat. Inilah yang dinamakan dengan pembuktian terbalik,
sehingga karateristik dari strict liability yaitu :
1. Bersifat
pengecualian, sehingga pemberlakuan strict
liability secara selektif (khususnya yang abnormally dangerous activity)
2. Unsur kesalahan tidak
dibuktikan
3. Pembuktian mencakup
kegiatan, hal kegiatan dan keterlibatanya dengan kerugian yang dipersoalkan
Terhadap kasus pencemaran dan perusakan
Lingkungan yang dilakukan oleh PT. IUU di Porsea dapat dkenakan pertanggung jawaban Strict
Liability karena
usaha PT IIU adalah termasuk jenis usaha yang dikenakan stnct Itability sebab :
1. Menirnbulkan dampak besar bagi
lingkungan
2. Menggunakan
bahan berbahaya beracun
3. Menghasilkan limbah bahan
berbahaya beracun
Mengenai prinsip strick liability ini telah diatur dalam UU Nomor 4 tahun 1982 tentang
pokok-pokok pengelolaan lingkungan hidup
pada Pasal 21, sedangkan dalam UU Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan diatur dalam Pasal 35, jadi jika PT. IIU tidak dapat mernbuktikan
mengenai pencemaran dan perusakannnya maka pada PT.IIU dapat dikenakan
perlanggung jawaban strict liability. Dalam penjelasan Pasal 35 UU Nomor 23 tahun 1997,
menyebutkan bahwa unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh penggugat
(korban) sebagai dasar pembayaran ganti kerugian yang dapat dibebankan terhadap
pencemaran atau perusakan untuk asuransi bagi usaha dan atau kegiatan yang
befsangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
Terhadap kasus
PT.IIU masyarakat dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya
tanpa harus membuktikan bahwa benar telah terjadi pencemaran dan perusakan
hngkungan yang dilakukan oleh PT.IIU, masyarakat cukup memberikan gambaran
bahwa adanya akibat dari kegiatan PT. IUU yang harus membuktikan bahwa
pencemaran dan perusakan tersebut, maka PT.IUU yang harus membuktikan bahwa
pencemaran dan perusakan tersebut bukan karena kegiatan yang dilakukan PT.IUU.
Menurut konsep
UUPLH Pasal 35 menyatakan bahwa "penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
usahanya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
menggunakan B3 dari ketentuan ini jika dikaitkan dengan kasus PT.IIU, maka pertanggung
jawab dapat jatuhkan pada :
1. PT.IIU
2. Pengurus PT.IIU
3. Pengurus dan PT.IIU
Ketentuan
tersebut dalam hubungan dengan penyelesaian ganti kerugian sebagai konsekuensi
tanggung jawab, ketentuan yang lazm dipakai adalah yang tertera dalam KUH Perdata
Pasal 1243 dan 1365.[18]
C. PENEGAKAN HUKUM
LINGKUNGAN
Dalam hal
penegakan hukum ini harus pula diperhatikan adanya kernungkinan penyimpangan
yang dilakukan oleh penegak hukum dengan berprilaku KKN, yang menyebabkan kasus
tersebut diproses sebagaimana mestinya dalam sistem peradilan.
Terhadap tindak pencemaran lingkungan yang
dilakukan oleh PT. IIU tidak dapat disalahkan pada satu pihak karena seperti yang digugat oleh wahana lingkungan
hidup indonesia (WALHI) dalam, perkara dengan PN. Jakarta Pusat tahun 1989
dimana mengajukan gugatan kepada :
- Negara Replub!ik Indonesia
cq Pemerintah Republik Indonesia cq Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat.
(BKPM Pusat)
- Negara Republik Indonesia
cq Pemerintah Republik Indonesia cq Departemen Da!am Negeri cq Gubernur Kepala
Dareah Tingkat II Sumatera Utara
- Neqara Republik Indonesia
cq Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Perindustrian
- Negara Republik Indonesia
cq Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Negara Kependudukan Dan ingkungan
Hidup;
- Negara Republik Indonesia
cq Pemerintah Repub!ik, Indonesia cq Menteri Kehutanan Republik Indonesia
- PT. Inti
Indorayon Utama[19]
Menurut Harkristtuty Harkrisnowo menyatakan
ada beberapa faktor yang menyebabkan minimnya
pemanfaatan sistem peradilan dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan
lingkungan hidup yaitu :
1. Belum
tingginya partisipasi masyarakat terutama dalam memberikan informasi kepada
pihak yang berwenang berupa laporan atau penqaduan mengenai telah terjadinya pencemaran dan perusakan
lingkungan, kemungkinan besar hal ini terjadi bukan karena masyarakat tidak mau
melapor, namun karena adanya keterbatasan pemahaman masyarakat mengenai
pencemaran lingkungan, sehingga walaupun rnereka tahu sesuatu telah terjadi
dilingkungannya, nampaknya mereka belum mampu untuk mempormulasikan peristiwa
tersebut sebagai pelanggaran hukum yang dapat dilaporkan kapada aparat yang
berwenang. Akibat selanjutnya kasus-kasus pencemaran tersebut tidak akan pernah
masuk kedalam agenda sistem peradilan pidana dan tentunya tidak masuk dalam
statistic kriminil.
2. Keterbatasan sumber daya
manusia dalam sistem peradilan pidana untuk mengenai masalah pencemaran dam
atau perusakan lingkungan.
3. Keterbatasan
sarana bagi para penegak hukum untuk rnelacak, mendeteksi termasuk untuk membuktikan
telah terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan yang pada akhirnya
berpengaruh pada penegakan hukum lingkungan.
4. Sering diungkapkan di
media massa bahwa studi AMDAL, sebagai awal pernbangunan suatu usaha pabrik
ternyata fiktif, karena itu pengawasan dan pengamatan dalam proses perizinan
harus lebih dioptimalkan terutama atas personil yang berwenanag memberikan
siasat izin agar tidak terjadi kolusi;
5. Sampai saat
ini belum ada penyelidikan yang dilakukan penyidik pegawai negeri sipil yang
khusus menangani masalah lingkungan. Hal ini perlu tindak lanjut dengan
rnewujudkan penyidikan PPNS dimaksud agar ketentuan perundang-undangan yang ada
dapat lebih berfungsi.
BAB II
PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
Penyusunan
struktur dan fungsi penataan lingkungan hidup dikaitkan dengan sistem
pengelolaan perumusan kebijakan lingkungan. Menurut penjelasannya, pengelolaan
lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai
ciri utama, oleh karena itu menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup
ditetapkan kebijakan nasional terpadu yang meliputi perumusan, pdaksanaan
pengendalian dan pengawasan sebagai bagian kebijaksanaan pembangunan nasional.
Selanjutnya pengawasan atas pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang
pengelolaan lingkungan hidup dilakukan oleh lembaga pengawasan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Penyelenggaraan
kebijaksanaan terpadu tersebut memerlukan koordinasi agar pelaksanaan secara
sektoral dan di daerah terkait secara mantap dengan kebijaksanaan nasional
tentang pengelolaan lingkungan, serta memantapkan kesatuan gerak dan langkah
yang menjamin tercapainya tujuan pengelolaan lingkungan hidup secara berdaya
guna dan berhasil guna. Untuk memberikan wadah koordinasi pada tingkat nasional
dibentuk perangkat kelembagaan yang dipimpin oleh seorang menteri.
Pegaturan
dalam UUPPLH Nomor 32 Tahun 2009, ketenyuan Pasal 4 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan;
dan
f. penegakan hukum.
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilaksanakan melalui tahapan inventarisasi lingkungan hidup; penetapan
wilayah ekoregion; dan penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (RPPLH). Sedangkan Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan
RPPLH. Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada belum tersusun, maka pemanfaatan
sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dengan memperhatikan:
a.
keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
b.
keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
c.
keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional dan
pulau/kepulauan;
b. Gubernur untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup provinsi
dan ekoregion lintas kabupaten/kota; atau
c. Bupati/Walikota untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup kabupaten/kota
dan ekoregion di wilayah kabupaten/kota.
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan;
dan
c. pemulihan.
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran,
dan tanggung jawab masing-masing.
1. Menteri Negara
Yang dimaksud dengan menteri negara adalah
pembantu presiden yang tugas pokoknya
menangani bidang tugas tertentu dalam kegiatan negara yang tidak
tertampung atau melampaui tugas suatu departemen.
Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1978
menetapkan Kedudukan Tugas Pokok Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara
Penertiban Aparatur Negara, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup, Menteri Negara Riset dan Teknologi serta Susunan Organisasi
Stafnya. Pasal 1 ayat (3) Keputusan tersebut menyatakan bahwa tugas pokok
Menteri Negara PPLH yaitu menyatakan mengendalikan pengawasan pelaksanaan
pembangunan dan menangani hal-hal yang
berhubungan dengan pengembangan lingkungan hidup. Perincian lebih lanjut
mengenai tugas pokok Menteri Negara PPLH seperti yang diatur dalam Keppres
tersebut adalah :
1.
Mempersiapkan perumusan kebijaksanaan pemerintah mengenai segala sesuatu yang
bersangkutan dengan tugas pelaksanaan pengawasan pembangunan dan pengelolaan
serta pengembangan lingkungan hidup .
2. Merencanakan segala
sesuatu secara teratur dan menyeluruh dalam rangka perumusan kebiksanaan
tersebut pada point a diatas.
3. Mengkoordinasikan segala
kegiatan pelaksanaan pengawasan pembangunan dari berbagai instansi pemerint.ah
pusat, instansi pemerintah daerah, dan perusahaan milik negara.
4. Mengkoordinasikan kegiatan
Inspektur Jendral Departemen dan aparat pengawasan lainnya dalam pelaksanaan
pengawasan pembangunan secara menyeluruh.
5. Menampung laporan dari
instansi dan anggota masyarakat yang bermanfaat bagi pelaksanaan pengawasan
pembangunan.
6.
Mengkoordinasikan dan menangani segala kegiatan pengelolaan, pengembangan dan
perlindungan lingkungan hidup .
7.
Menyampaikan laporan dan bahan keterangan serta saran-saran dan pertimbangan
dibidang tanggung jawabnya .
2. Kepala Daerah
Selain pengelolaan secara nasional, diperlukan
juga adanya suatu lemhaga yang menangani pengelolaan lingkungan hidup di
daerah, hal ini ditegaskan dalam Pasal 18 (3) UULH. Untuk itulah maka dikeluarkan
Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1979 dan No. Kep-002/ MNPPLH/2/
1979 tentang Instansi Pengelola Sumber Alam dan lingkungan Hidup di daerah,
dasar pemikiran dikeluarkannya keputusan bersama ini adalah :
1. Bahwa
sumber-sumber alam dan lingkungan hidup perlu dikelola secara tepat guna,
berdaya guna, dan berhasilguna dalam rangka peningkatan kualitas
komponen-komponen pendukung sistem kehidupan bangsa Indonesia .
2. Bahwa
sehubungan dengan itu pada gubernur, bupati/walikota/kotamadya kepala daerah
perlu ditunjuk sebagai pejabat yang secara fungsional bertanggungjawab atas
pengelolaan sumbersumber alam dan lingkungan hidup di daerah .
Gubernur, bupati kepala daerah
bertanggungjawab atas pengelolaan sumber-sumber alam dan lingkungan hidup di
daerah masing-masing (Pasal 1). Pengelolaan tersebut meliputi tugas pengaturan,
perencanaan dan pelaksanaan, pendayagunaan sumber-sumber alam bagi kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat dalam hubungannya dcngan pemeliharaan, pelestarian,
pengembangan dan peningkatan mutu lingkungan hidup di daerah (Pasal 2 ).
Dalam
melaksanakan tugas pengelolaan sumher-sumber alam dan lingkungan hidup,
Gubenrur/Bupati/Walikotamadya kepala daerah
:
1. Mengeluarkan
peraturan-peraturan daerah dan petunjuk pelaksanaan, atas dasar kewenangan
yang diberikan oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku .
2. Merencanakan pendayagunaan
sumber-sumber alam dan tindakan-tindakan untuk memelihara kelestarian,
pengembangan dan peningkatan mutu lingkungan hidup di daerah masing-masing.
3. Mengkoordinasi
dan mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan dan kegiatan yang menyangkut
pendayagunaan sumbe-sumber alam dan masalah lingkungan hidup di daerah
masing-masing.
Dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup, Gubernur kepala daerah dibantu oleh
:
a. Bidang
staf oleh Asisten Sekretaris Wilayah Daerah Bidang Ekonomi, Pembangunan dan
Kesejahteraan Rakyat
b. Bidang Perencanaan dan
perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I
c. Bidang operasional
pelaksana oleh dinas-dinas daerah dan instansi-instansi vertikal yang
bersangkutan.
d. Bidang
koordinasi dan pengawasan oleh bupati/Walikotamadya kepala daerah masing-masing
dengan dibantu oleh :
- Dalam bidang staf dan perencanaan oleh bagian
perekonomian dan bagian pembangunan sekretariat wilayah tingkat II
- Dalam bidang operasional
pelaksanaan oleh dinas-dinas di daerah dan instansi-instansi vertikal yang
bersangkutan
- Dalam
bidang koordinasi dan pengawasan oleh camat untuk wilayahnya masing-masing .
3. Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan
Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) dibentuk dengan Keputusan
Presiden Nomor 23 Tahun 1990 tertanggal 5 Juni 1990. BAPEDAL adalah Lembaga
Pemerintah Non Departemen dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada
Presiden, yang mempunyai tugas pokok yaitu membantu Presiden dalam melaksanakan
pengendalian dampak lingkungan yang meliputi upaya pencegahan kerusakan,
penanggtilan dan dampak serta pemulihan kualitas lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Keppres No. 23 Tahun 1990).
4. BAPPEDA dan Biro BKLH
Dalam melaksanakan tugasnya Menteri Negara
PPLH/ KLH di daerah dibantu oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA)
dan Biro Bina Kependudukan dan Lingkungan Hidup (BKLH ).
BAPPEDA
dibentuk dengan Keppres No. 15 Tahun 1974 kemudian ditinjau kembali dengan
Keppres No. 27 Tahun 1950 tentang Pembentukan BAPPEDA pada tanggal 29 Maret
1980, dan sebagai pelaksanaannya telah ditetapkan SK MENDAGRI Nomor 185 Tahun
1980 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BAPPEDA Tingkat I dan BAPPEDA
Tingkat II.
Biro BKLH
dibentuk berdasarkan Kep. MENDAGRI No. 240 Tahun 1980 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Wilayah Daerah Tingkat I dan Sekretarian
DPRD Tingkat I yang ditetapkan pada tanggal 10 November 1980.
5. Pusat Studi Lingkungan
Dalam Repelita
III dikemukakan, bahwa pendidihan penelitian dan penyuluhan merupakan penunjang
utama yang perlu dikembangkan untuk menghasilkan pengalaman nasional di bidang
ilmu teknologi lingkungan hidup, dan meingkatkan penyertaan aktif masyarakat
luas dalam pembinaan lingkungan hidup yang baik.
Untuk keperluan itu maka sejak bulan Juni 1979
telah dibentuk 50 Pusat Studi Lingkungan (PSL) berdasarkan kerjasama Menteri P
dan K dengan Menteri Negara PPLH/KLH. PSI,-PSL tersebut tidak saja sebagai
lembaga pembantu Pemerintah Daerah dalam rangka memecahkan masalah-masalah
lingkungan hidup di daerahnya, akan tetapi mendapat pula tugas dari Menteri
Negara PPLH/KLH untuk memikirkan suatu aspek tertentu di bidang lingkungan
hidup yang sejumlah sejauh mungkin dikaitkan dengan Pola Ilmiah Produk (PIP)
Universitas/Institut yang bersangkutan .
6. Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM)
Dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup, pemerintah juga mengadakan kerjasama dengan masyarakat yang
tergabung dengan lembaga swadaya masyarakat LSM adalah organisasi yang tumbuh
secara swadaya atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat dan
berminat serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup.
Dalam tingkat
nasional lembaga swadaya masyarakat digabungkan dalam suatu forum yang disebut
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yaitu forum komunikasi
lembaga-lembaga masyarakat yang berminat dan bergerak dibidang lingkungan hidup
yang tidak berafilisasi politik dan tidak mencari keuntungan. WALHI didirikan
untuk meningkatkan peran serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat dalam usaha
pengembangan lingkungan hidup, serta menyalurkan aspirasi mereka dalam lingkup
nasional.
WALHI
didirikan pada tanggal 15 Oktober 1980 di Jakarta sebagai hasil keputusan
Pertemuan Oktober 1980, yaitu pertemuan nasional pertama lemhaga swadaya
masyarakat yang bergerak dibidang lingkungan hidup atas prakarsa Kelompok
Sepuluh Pengembangan Lingkungan Hidup, suatu kerja sama diiantara lembaga atau
organisasi pengembangan lingkungan hidup di Jakarta yang sudah dibentuk dma
tahun sebelumnya.
Pada dasarnya
dalam menjalankan program kerja, WALHI brrlandaskan azaz Pancasila dan
berpegang pada prinsip kemandirian yang bermakna semangat untuk tidak
menggantungkan diri kepada pihak manapun yang diimbangi oleh semangat bekerja
sama tanpa ikatan dengan semua pihak dibidang lingkungan hidup dan bekerja
secara nyata untuk masyarakat.
Adapun pelayanan yang diberikan oleh WALHI meliputi
tiga bidang :
1. Komunikasi dan informasi
timbal balik diantara sesama lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah
2. Pendidikan dan latihan
untuk meningkatkan dayaguna dan hasil guna lembaga-lembaga swadaya masyarakat
dalam kegiatan lingkungan hidup.
3. Pengembangan program
lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang disertai dengan penggalian fartisipasi
pihak swasta, instansi pemerintah serta anggota masyarakat lainnya dalam usaha
konservasi dan perbaikan lingkungan hidup.